Friday, September 2, 2016

Perayaan Hari Kelapa Dunia, Membangkitkan Kesadaran Pentingnya Tanaman Kelapa

Kelapa Pohon Kehidupan
Kelapa menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di kawasan Asia Pasifik sejak dahulu. Betapa tidak hampir seluruh bagian tanamannya mulai daun hingga ke akar digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Daunnya digunakan sebagai dekorasi atau janur, wadah sesajian, maupun ketupat. Buahnya untuk bahan pangan seperti minyak kelapa, santan, air kelapa dan non pangan seperti sabut untuk keset atau batok untuk arang. Batangnya jadi kayu bangunan atau jembatan. Hampir tidak ada tanaman lain yang manfaatnya bisa sebanyak itu. Kelapa disebut sebagai sumber 4 F yaitu food atau pangan, fiber atau serat, feed atau pakan dan fuel atau bahan bakar. Di negara di Pasific terutama di Vanuatu yang sumber daya energinya terbatas, minyak kelapa diolah menjadi bio diesel, alternatif bahan bakar fosil yang sangat mahal disana.

Multi manfaat membuat kelapa disebut pohon kehidupan (tree of life). Kelapa menjadi bagian budaya dan sejarah masyarakat. Di Indonesia, ukiran pohon kelapa dapat ditemui di relief Candi Borobudur yang dibangun pada tahun pada tahun 750 Masehi. Sumpah Palapa oleh patih Gajah Mada dimasa Kerajaan Majapahit menyatakan Amukti Palapa bahwa ia tidak akan menikmati lesatnya buah kelapa sebelum mempersatukan nusantara. Di beberapa wilayah bibit kelapa menjadi seserahan syarat untuk menikah, kelapa juga ditanam ditiap kelahiran anak.

Jaman Kejayaan dan Masa Suram Kelapa
Kopra yang diolah menjadi minyak kelapa sebagai komoditas perdagangan pernah mengalami masa kejayaannya pada 1890an hingga 1950an. Kontribusi hasil perdagangan kopra tercatat sebesar 40% dari total pendapatan pemerintah kolonial atau Indonesia (Asba, 2007). Minyak kelapa memang pernah menjadi sumber utama minyak sayur dunia. Pada tahun 1924 tercatat bahwa minyak kelapa mensuplai 17,6% dari kebutuhan minyak sayur global, kedua setelah minyak kapas (Snodgrass, 1928). Kini posisi tersebut turun menjadi hanya 2,05% dan hampir berada pada urutan terbawah dari semua jenis minyak sayur.

Kejayaan minyak kelapa pada masa tersebut berkontribusi bagi perjalanan bangsa. Hasil perdagangan dan penyelundupan kopra digunakan untuk pembelian persenjataan dan logistik perang selama perjuangan kemerdekaan. Pemanfaatannya berlanjut untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan pasca merdeka. Tidak sedikit pula pahlawan nasional kita lahir dan besar di daerah penghasil kelapa seperti Sam Ratulangi, Wolter Monginsidi, Daan Mogot dan lainnya dari Sulawesi Utara dan bahkan Jenderal Soedirman yang lahir di Purbalingga dan besar di Cilacap wilayah Karesidenan Banyumas Jawa Tengah.

Pun emas seberat 38 kg yang bertengger di atas puncak Monumen Nasional, disumbangkan oleh seorang saudagar asal Aceh yang juga pengusaha kopra. Beberapa tokoh pengusaha kita pernah diwariskan atau merintis usahanya dari perdagangan kopra. Sebut saja Eka Tjipta Wijaya pemilik Lippo Group, Sodono Salim perintis Salim Group atau Indofood, Peter Sondakh pemilik usaha Rajawali Group, Ciputra dan lain sebagainya.
Akan tetapi kejayaan kelapa pudar akibat lobi politik ekonomi yang kuat di Amerika tahun 50 hingga 80an. Beberapa pihak terutama American Soybean Association (ASA) dan terakhir oleh milioner Phil Sokolof melalui kampanye negatif menuduh bahwa minyak kelapa mengandung kolesterol, penyebab kegemukan dan konsuminya menyebabkan gangguan jantung. Bagi ASA, motifnya mudah ditebak adalah untuk memproteksi industri kedelai yang akan memasok kebutuhan domestik Amerika Serikat. Banyak aturan kemudian dibuat untuk melemahkan minyak kelapa seperti penerapan pajak masuk kopra sebesar USD66 per ton serta pelarangan penggunaan minyak kelapa untuk industri pangan.

Gerakan dan kampanye negatif tersebut terbukti efektif dan berdampak luas. Industri pangan dalam negeri Amerika Serikat tidak lagi menggunakan minyak kelapa. Ekspor kopra menjadi lesu dan banyak kebun kelapa kemudian tidak terawat akibat harga yang tidak lagi menggairahkan. Celakanya pasar domesik negara penghasil kelapa termasuk Indonesia juga menurun akibat masyarakat kita percaya pendapat tersebut. Saat ini masyarakat kita masih takut atau ragu mengkonsumsi minyak kelapa atau santan.

Bangkitnya Pasar Kelapa Global dan Potensi Ekonomi Kelapa
Pasar produk turunan kelapa global kini mulai bangkit. Ini disebabkan karena munculnya kesadaran masyarakat bahwa minyak kelapa dan VCO, santan serta air kelapa justru merupakan produk pangan yang sehat dan menyehatkan. Bukti ilmiah justru menunjukkan bahwa minyak kelapa mudah terurai dalam tubuh, tidak mengandung kolesterol dan terurai menjadi energi. Demikian pula air kelapa adalah air minum organik dan higienis yang diprodusi alam dan terlindungi oleh lapisan-lapisan buah yang tebal yang tidak mudah tercemar.  

Permintaan akan produk turunan kelapa meningkat tajam. Air kelapa misalnya mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam enam tahun belakangan ini. Air kelapa yang biasanya merupakan produk sampingan (by product) pada industri tepung parut kering (desiccated coconut) kini diolah untuk diekspor. Filipina misanya mencatat volume ekspor air kelapa yang tumbuh menjadi hampir 40 kali lipat dari 500 ribu liter ditahun 2007 menjadi 19 juta liter di tahun 2013. Secara global kini industri air kelapa sebagai minuman segar diperkirakan bernilai USD1 miliar atau setara Rp. 12,5 triliun (APCC Statistical Yearbook, 2014). Nilai ini sangat besar untuk air kelapa yang terlihat banyak terbuang dipasar-pasar tradisional.

Pertumbuhan juga tercatat pada arang batok. Serupa dengan air kelapa, lima atau empat tahun lalu batok kelapa sebagian besar tidak terolah. Kini harga arang batok sebesar Rp. 5400 per kilogram naik dua kali lipat dalam empat tahun. Kenaikan ini menumbuhkan banyak usaha pembakaran batok kelapa dibeberapa daerah. Arang batok tidak hanya diekspor, beberapa diolah menjadi briket untuk barbeque atau panggang dan terutama yang marak untuk sisha atau rokok uap ala Timur Tengah. 

Prospek ekonomis juga ada pada industri pengolahan sabut kelapa. Dengan produksi kelapa sebanyak 16,5 miliar butir pertahun, maka diperoleh sabut sebesar 5,5 miliar ton. Sabut ini bisa diolah menjadi serat (fiber) dan remah sabut kelapa (cocopeat) kemudian diproses menjadi produk akhir seperti keset, geotekstil, matras, media tanam dan lain sebagainya. Menurut hitungan AISKI (Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia) pengembangan industri sabut dalam negeri yang kuat dapat menghasilkan perputaran uang sebesar Rp. 15 triliun. Industri sabut bersifat padat karya sehingga menyerap banyak tenaga kerja.

Peluang pengembangan industri produk turunan kelapa besar. Saat ini volume ekspor produk kelapa Indonesia tercatat kurang lebih sebesar Rp. 12,6 triliun dari hanya sembilan jenis produk turunan. Nilai ini masih dapat ditingkatkan jika dibandingkan dengan Filipina yang telah mengekspor lebih dari 30 jenis produk turunan kelapa dengan nilai Rp. 18,5 triliun. Jika industri kelapa dikembangkan secara maksimal, dengan melihat nilai tambah dari pengolahan kelapa, maka industri kelapa diperkirakan dapat menyetor devisa sebesar Rp.70 hingga 80 triliun.

Kelapa baik di hulu maupun hilir harus didorong pengembangannya untuk berbagai alasan selain yang disebutkan diatas. Pertama adalah 98,2% dari perkebunan kelapa yang ada dimiliki oleh rakyat, oleh karena itu mendorong pertumbuhannya akan membangun ekonomi kerakyatan. Kedua adalah industri kelapa berbentuk usaha kecil menengah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan pedesaan tempat tumbuhnya kelapa serta dapat mendorong munculnya pengusaha-pengusaha baru. Asalan ketiga adalah peningkatan produksi tidak akan merusak hutan atau lingkungan karena kelapa tumbuh subur dan produktif dikawasan pesisir. Keempat adalah pengembangan perkebunan kelapa juga dapat mendukung program ketahanan pangan, kelapa merupakan tanaman yang dapat hidup berdampingan dan tidak mematikan tanaman lain. Oleh karena itu pola tanam campur sari sangat memungkinan diterapkan diperkebunan kelapa.


Perayaan Hari Kelapa Dunia yang dilaksanakan meriah setiap 2 September diberbagai negara penghasil kelapa. Tanggal 2 September adalah hari berdirinya Asian and Pacific Coconut Community (APCC), sebuah lembaga internasional negara penghasil kelapa yang bermarkas di Indonesia sejak didirkan tahun 1969. Perayaan ini diharapkan akan membangun kesadaran kita bersama bahwa kelapa merupakan tanaman yang penting, baik secara sejarah, sosial dan budaya serta ekonomi. Selamat Hari Kelapa Dunia.